Playing victim atau berpura-pura menjadi korban adalah perilaku seseorang yang cenderung memosisikan dirinya sebagai korban dalam berbagai situasi, bahkan ketika dia sebenarnya memiliki peran aktif dalam masalah tersebut. Perilaku ini dapat menjadi cara untuk menghindari tanggung jawab, mencari perhatian, atau mendapatkan simpati dari orang lain. Meski terlihat sepele, playing victim dapat berdampak serius terhadap kesehatan mental, baik bagi pelaku maupun orang-orang di sekitarnya.
![]() |
| "Ilustrasi: Topeng" |
Apa Itu Playing Victim?
Playing victim adalah kondisi di mana seseorang secara berulang kali menyalahkan orang lain atau keadaan atas masalah yang dihadapinya, tanpa mengakui tanggung jawab atau peran yang dimilikinya. Orang dengan kecenderungan ini biasanya merasa teraniaya, sering menunjukkan ekspresi sedih, dan menjadikan pengalaman negatif sebagai senjata untuk mendapatkan simpati atau perhatian dari orang lain.
Ciri-Ciri Orang yang Playing Victim
- Tidak Mengakui
Kesalahan: Mereka sulit menerima kesalahan dan lebih suka menyalahkan pihak
lain.
- Manipulatif:
Menggunakan pengalaman negatif untuk membuat orang lain merasa bersalah.
- Sering
Menuntut Simpati: Mencari validasi atas perasaan sebagai korban dari orang
lain.
- Menghindari
Tanggung Jawab: Cenderung melepaskan diri dari tanggung jawab atau masalah yang
mereka hadapi.
Dampak Playing Victim Terhadap Kesehatan Mental
Playing victim
tidak hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga membawa konsekuensi negatif
terhadap kesehatan mental pelaku dan orang-orang di sekitarnya. Berikut adalah
beberapa dampak negatif yang sering muncul:
1. Stres Berlebih
Ketika seseorang terus-menerus merasa
menjadi korban, mereka bisa mengalami stres yang tinggi. Perasaan bahwa dunia
tidak adil atau terus disalahkan dapat menyebabkan gangguan kecemasan yang
serius. Sebuah studi oleh van Bavel dan kawan-kawan (2018) menunjukkan bahwa
playing victim menciptakan pola pikir negatif yang berulang, yang pada akhirnya
memicu kecemasan kronis dan rasa tidak aman dalam diri seseorang.
2. Depresi
Perilaku ini dapat mengarahkan seseorang
pada perasaan putus asa. Tidak mampu mengatasi masalah secara konstruktif
membuat mereka tenggelam dalam perasaan sedih dan depresi. Sebuah penelitian yang
dipublikasikan di Journal of Clinical Psychology menemukan bahwa perilaku
victimhood berhubungan erat dengan tingkat depresi yang lebih tinggi, karena
mereka cenderung merasa tidak berdaya dan tidak memiliki kontrol atas hidup
mereka .
3. Merusak Harga Diri
Berpura-pura menjadi korban bisa
mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri dan menurunkan harga diri. Mereka
mulai merasa bahwa mereka tidak memiliki kendali atas kehidupan mereka. Hal ini
sesuai dengan teori learned helplessness yang diperkenalkan oleh Seligman
(1975), yang menyatakan bahwa ketika seseorang terus merasa tidak berdaya, hal
ini dapat berdampak pada penurunan harga diri .
4. Memicu Perilaku Toksik
Playing victim dapat menjadi dasar untuk
perilaku manipulatif yang lebih parah. Pelaku mungkin terus-menerus menempatkan
orang lain dalam posisi bertanggung jawab atas kebahagiaan mereka, yang pada
akhirnya merusak hubungan. Sebuah studi oleh Jonason dan Webster (2010) dalam Journal
of Research in Personality menemukan bahwa perilaku playing victim berhubungan
dengan sifat manipulatif lainnya seperti narsisme dan Machiavellianism.
Cara Mengatasi Kebiasaan Playing Victim
Jika Anda atau
seseorang yang Anda kenal memiliki kecenderungan playing victim, ada beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku ini:
1. Kenali Pola Pikir Anda
Sadari ketika Anda mulai merasa menjadi
korban dan perhatikan pola pikir yang muncul. Refleksi diri bisa menjadi
langkah awal yang penting. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Cognitive
Therapy and Research, mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif dapat
mengurangi kecenderungan playing victim secara signifikan.
2. Ambil Tanggung Jawab
Belajar mengambil tanggung jawab atas
tindakan dan keputusan Anda. Menyadari bahwa setiap orang memiliki peran dalam
situasi tertentu akan membantu mengubah pola pikir negatif menjadi positif.
3. Lakukan Terapi atau Konseling
Konsultasi dengan psikolog atau terapis
dapat sangat membantu. Terapi kognitif terbukti efektif dalam mengubah pola
pikir negatif yang mendasari perilaku playing victim. Bukti dari American
Psychological Association menunjukkan bahwa terapi kognitif efektif dalam
menangani berbagai pola pikir negatif yang terkait dengan victimhood .
4. Bangun Harga Diri
Kembangkan kepercayaan diri dengan melakukan
kegiatan yang Anda sukai dan mengembangkan keterampilan baru. Ini akan membuat
Anda merasa lebih berdaya dan mampu menghadapi tantangan dengan lebih baik.
Kesimpulan
Playing victim adalah perilaku yang bisa merusak kesehatan mental dan hubungan sosial. Memahami dan mengatasi kecenderungan ini adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mental. Jika Anda merasa atau mengenal seseorang yang memiliki kebiasaan ini, cobalah untuk mengenali pola pikirnya dan lakukan perubahan dengan dukungan profesional.
Referensi:
Van Bavel, J.
J., Mende-Siedlecki, P., Brady, W. J., & Reinero, D. A. (2018). The Role of
Social Identity in Shaping Political Beliefs and Attitudes. American
Psychological Association.
Benet-Martinez, V., & Haritatos, J. (2005). Multicultural Identity
Integration: The Role of Self-Regulation Strategies. Journal of Clinical
Psychology.
Seligman, M.
E. P. (1975). Learned Helplessness: On Depression, Development, and Death. New
York: W.H. Freeman.
Jonason, P.
K., & Webster, G. D. (2010). The Dirty Dozen: A Concise Measure of the Dark
Triad. Journal of Research in Personality.
Beck, A. T.,
& Clark, D. A. (1997). Cognitive Therapy of Anxiety Disorders. Cognitive
Therapy and Research.
American
Psychological Association. (2022). Cognitive Behavioral Therapy: How Does It
Work?.


Bagaimana cara menarik temen yang keras kepala kalau apa yg di lakukan nya itu playing victim mas?
ReplyDelete